Pelayanan Publik Minim Masyarakat Depok Ingin Perubahan

KOTA DEPOK — Aktifis Perempuan Anis Hidayah mengungkapkan, bahwa kualitas layanan publik di Kota Depok terus menjadi sorotan mulai dari mulai dari
kemacetan menahun, hingga minimnya sarana pendidikan dan kesehatan.

“Untuk itu, Kota Depok seharusnya dalam pelayanan publik itu lebih inklusif, accessible, non diskrimatif, ramah, dan berperspektif HAM seperi memperhatikan kaum difabel, ramah anak, ibu hamil dsb,” ujar Anis Hidayah, usai menjadi narasumber Webinar
Gerakan Depok Berubah Ngobrol Politik tema: Akankah Terus Menjadi “Pengemis” Ketika Berhadapan Dengan Pelayanan Publik di Depok, Jawa Barat.

Sementara itu, mantan birokrat di Kota Depok Drs. H. Sariyo Sabani, MM, membenarkan, bahwa fakta kemacetan tersebut yakni, di wilayah Sawangan, Citayam, dan beberapa tempat lain yang sampai kini dibiarkan saja. “Jadi menurut saya, ini soal kelemahan visi dan inisiatif pemimpin,” ujarnya.

Sariyo juga menyebutkan, bahwa soal pelebaran jalan di Sawangan seperti diketaui dengan alasan lebih membutuhkan ruas jalan baru. Namun, pada bulan Maret 2016 Walikota Depok Mohammad Idris malah menolak pelebaran Jalan Raya Sawangan sepanjang 7 km.

“Jadi, kalau dirasa kurang, mengapa tidak dibangun dengan cara bertahap. Padahal, waktu itu atas pengajuan Walikota sebelumnya kepada Pemda Jawa Barat, disetujui bantuan pemda Jabar,” pungkasnya.

Hal yang lain juga di utarakan Ketua DKR (Dewan Kesehatan Rakyat) Kota Depok Roy Pangharapan, bahwa pihanya menyoroti bidang kesehatan di Depok. Karena, dinilai biasa mengadvokasi pasien miskin kerap kali mendapatkan kesusahan dalam pelayanan kesehatan. Bahkan, itu termasuk delapan ribu peserta Kartu Indonesia Sehat (KIS) yang kerap ditolak rumah sakit. Bagaimana nggak ditolak, lanjutnya, Depok dari dulu hanya punya satu RS tipe C dan 2 Puskesmas rawat inap.

“Artinya, meskipun ada Puskesmas 24 jam, faktanya kebutuhan tempat tidur RS Pemerintah dan Puskesmas sangat minim atau timpang dengan jumlah penduduk. Hal sangat aneh karena bertahun-tahun tidak menjadi perhatian Pemerintah Kota. Apa sih susahnya merenovasi dan menambah kapasitas tempat tidur pasien di Puskesmas,” ujar Roy, dan mengusulkan, pada kandidat pemimpin terpilih nantinya untuk menambah puskesmas rawat inap dan berobat gratis cukup dengan KTP.

Selanjutnya, menyorot soal isu pendidikan di Depok, para nasasumber webinar nampak sepakat menilai kelemahan pemkot mengantisipasi lonjakan jumlah penduduk. Rasio daya tampung sekolah SD, SMP, SMK-SMA Negeri yang jomplang dan kekosongan Madrasah Tsanawiyah dan Aliyah Negeri. “Dari data yang didapat DKR, selama 15 tahun sejak 2005 penambahan SMP Negeri cuma 9. Sementara SMP swasta bertambah 173,” keluhnya.

Seperti yang dikatakan, Teguh Nugroho dari Ombusman RI yang kerap mendapat aduan masyarakat Depok. “Mengapa tak menggunakan fasilitas umum (fasum) dan fasilitas sosial (fasos) para pengembang perumahan kalau alasan pemkot tidak punya lahan,” tandasnya.

SAID