Gonjang-ganjing terkait kepengurusan Yayasan Pelayanan Kematian Orang Tionghoa

MEMPAWAH –Gonjang-ganjing terkait kepengurusan Yayasan Pelayanan Kematian Orang Tionghoa (YPKOT) yang berlokasi di Kabupaten Mempawah, Kalimantan Barat, menarik perhatian publik. Masalah ini berkaitan dengan persoalan publik yang masuk dalam ranah hukum.

Pengamat Hukum dan Kebijakan Publik Kalbar, Dr. Herman Hofi Munawar, menjelaskan bahwa masa bakti kepengurusan yayasan adalah lima tahun dan dapat dipilih kembali. Yayasan terdiri dari Pembina, Pengawas, dan Pengurus. Pembina memiliki kedudukan tertinggi, dengan wewenang mengangkat dan memberhentikan organ yayasan serta mengubah AD/ART. Namun, pembina tidak boleh terlibat dalam pengelolaan yayasan, sesuai Pasal 28 ayat (1) UU No. 6 Tahun 2001 tentang Yayasan.

Apabila masa kepengurusan berakhir, pembina harus mengadakan rapat untuk melakukan perubahan kepengurusan dan AD/ART, yang sah jika dihadiri oleh minimal 2/3 anggota Pembina, dan 2/3 dari yang hadir menyetujui perubahan tersebut, sesuai Pasal 17 Ayat (2) UU Yayasan.

Permasalahan di YPKOT Mempawah muncul karena dari tiga pembina, dua telah meninggal dunia, sehingga hanya tersisa satu pembina. Ini berarti tidak mungkin memenuhi ketentuan Pasal 28 UU Yayasan. Dengan demikian, satu orang pembina tidak sah untuk memberhentikan atau mengangkat pengurus serta mengubah AD/ART.

Dr. Herman Hofi, yang juga Ketua LBH “Herman Hofi Law,” menyatakan bahwa jika yayasan hanya memiliki satu pembina, maka terjadi kekosongan pembina. Dalam waktu 30 hari sejak kekosongan tersebut, pengurus dan pengawas wajib mengadakan rapat gabungan untuk mengangkat pembina baru. Setelah pembina baru ditetapkan, susunan anggota pembina harus segera diberitahukan kepada Kemenkumham.

Setelah pembina baru terbentuk dan disampaikan kepada Kemenkumham, mereka akan bermusyawarah untuk menentukan pengurus dan pengawas yayasan. Jika pengurus dan pengawas dibentuk sebelum pembina, maka keputusan tersebut batal demi hukum.

Dia menekankan bahwa yayasan sudah menjadi milik publik dan bukan lagi milik para pendiri, pengawas, maupun pengurus. Keputusan pembina dapat dibatalkan oleh pengadilan atas permohonan pihak berkepentingan atau kejaksaan jika tidak sesuai dengan UU dan AD yayasan dan dianggap melawan hukum.

Penjelasan ini menunjukkan bahwa setiap organ yayasan, baik pembina, pengurus, maupun pengawas, memiliki tugas dan kewenangan masing-masing sesuai UU Yayasan dan AD Yayasan, tutup Dosen Senior UPB Pontianak Kalbar.

Abe Pers.