PUTUSAN BEBAS PERKARA PIDAaNA NOMOR :393/Pid.sus/2023/PN.Mpw

“KINERJA GAKUM SPORC KALIMANTAN BARAT DIPERTANYAKAN”
Wartajurnalis.com,Mempawah-Majelis Hakim Pengadilan Negeri (PN) Mempawah,beberapa .waktu yang lalu memutuskan Vonis bebas terhadap Rita dihales dalam Perkara Pidana Nomor : 393/Pid.sus/2023/PN.Mpw,atas dugaan Penggarapan hutan Produksi(HP) tanpa izin.

Dalam agenda Pembacaan amar Putusan tersebut majelis hakim yang terdiri dari Yeni Erlita,SH,Abdurahman,SH,MH selaku hakim Ketua,Abdurahman,SH,MH,Inggit mukti Setyaningrum,SH masing-masing sebagai anggota dan Marlin selaku Panitera Pengadilan negeri Mempawah,sedangkan dari Jaksa Penuntut umum (JPU) Kejaksaan negeri Mempawah Anton zulkarnaen,SH.MH.

Dalam amar Putusan yang dibacakan oleh majelis hakim Pengadilan negeri Mempawah menyatakan tuntutan penuntut umum tidak dapat di terima Niet OntvankelijkeVerklaard(NO) serta memerintahkan terdakwa dikeluarkan dari tahanan segera seketika sesudah putusan diucapkan.memulihkan hak terdakwa dalam kemampuan, kedudukan dan harkat serta martabatnya.

Terkait akan putusan yang dibacakan Hakim Pengadilan Negeri Mempawah tersebut,baik dari Pihak jaksa penuntut umum maupun tim kuasa dari Rita Dihales yang terdiri dari Firma hukum Herawan Utoro,Frans,Bambang Sudiono,Jekson herianto Sinaga dan Aginta Ginting masih menyatakan untuk Pikir-pikir.

Mengenai Putusan yang dibacakan Majelis Hakim mempertimbangkan bahwa atas Obyek dakwaan terdapat klaim dari Gakum jika obyek tersebut merupakan kawasan hutan sedangkan terdakwa mengklaim tanah tersebut adalah hak miliknya dengan demikian terdapat perselisihan hak sehingga harus dibuktikan terlebih dahulu siapa yang memiliki hak atas obyek dakwaan.

Fransiskus atau yang lebih akrab di sapa Frans selaku salah satu kuasa hukum Rita Dihales dirinya menerangkan,berdasarkan Surat dakwaan a quo Rita dihales telah didakwa melakukan Tindak Pidana Kehutanan yaitu mengerjakan, menggunakan dan/atau menduduki kawasan hutan secara tidak sah, sebagaimana yang dimaksud dalam Pasal 50 ayat (3) huruf a Jo. Pasal 78 ayat (2) UU RI Nomor 41 Tahun 1999 tentang Kehutanan sebagaimana telah diubah dalam Paragraf 4 Pasal 36 angka 19 Pasal 78 ayat (3) Jo. Pasal 36 angka 17 Pasal 50 ayat (2) huruf a UU RI No.6 Tahun 2023 tentang Penetapan Peraturan Pemerintah Pengganti UU No.2 Tahun 2022 tentang Cipta Kerja Menjadi UU Jo. Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP.
” Perbuatan tersebut diduga terjadi di dalam Kawasan hutan Produksi sungai Ambawang,(sungai Sabi), Tepatnya di sekitar Titik Koordinat 109,848187 BT dan 0,00635 LU, Dusun Gunung benua, desa teluk bakung, kecamatan Sungai Ambawang, Kabupaten Kubu Raya, Provinsi Kalimantan Barat, Pada hari Senin, tanggal 22 Mei 2023 sekira pukul 15.00 wiba.”terangnya.

Masih menurut
Frans dirinya menegaskan sesuai hasil pemeriksaan persidangan tanah obyek perkara tersebut ternyata Rita Dihales selaku kliennya telah menguasai serta memilik bidang tanah tersebut sejak dari tahun 1996.
“tanah tersebut diperoleh secara sah dari Khoirul Mahmud dengan cara membeli dengan bukti surat jual beli Pada tahun 1996 dengan ukuran tanah seluas kurang lebih satu hektar,yang mana di atas tanah tersebut ditanami tumbuhan karet,dan bidang tanah tersebut telah digarap serta dikuasai hingga saat ini kurang lebih dua Puluh tujuh tahun,Kemudian pada tahun dua ribu dua tiga oleh klien saya Rita dihales juga telah melakukan Pembersihan tanam tumbuh di atas bidang tanah miliknya tersebut,”Jelasnya.

Masih menurut Frans,dengan radius kurang lebih Sepuluh meter dari Pinggir jalan trans kalimantan yang dilakukan klien saya berdasarkan atas himbauan dari Perusahaan listrik negara (PLN)Provinsi Kalimantan barat sebagaimana yang telah dituangkan dalam surat manager unit pelaksana proyek ketenagalistrikan provinsi kalimantan barat tertanggal 23 Mei 2022 Nomor:0148/ STH.01.01/C12060000/2022,dan hal tersebut tidak pernah di persoalkan dan tidak merupakan suatu masalah,sedangkan untuk sebelah selatan bidang tanah atau di sebelah selatan jalan trans Kalimantan tersebut, terdapat pemakaman etnis tionghoa yang dikelola oleh salah satu yayasan,serta sebelah Tenggara bidang tanah kurang lebih dua ratus meter terdapat banyak Sertipikat hak milik (SHM)
yang terdiri dari, SHM no.1247, surat ukur no.1248/teluk bakung/2008 dan SHM no.03 dengan surat ukur no.04/teluk bakung/2007 ,akan tetapi anehnya oleh Pihak Gakum sendiri menetapkan wilayah tersebut masuk wilayah hutan Produksi (HP).
“bagaimana bisa disebut Kawasan hutan sedangkan penetapan kawasan hutan pada 28 Oktober 2014 berdasarkan Surat Keputusan Menteri Kehutanan RI No: 6570/menhut-VII/KUH/2014. sekiranya tanah milik Rita dihales masuk dalam kawasan hutan seharusnya tanah milik Klien saya harus dikeluarkan dari kawasan hutan hal tersebut mengacu berdasarkan surat keputusan menteri kehutanan Nomor: SK.6570/Menhut-VII/KUH/ 2014,tanggal 28 Oktober 2014, yakni memutuskan, menetapkan, yang menyatakan dalam hal masih terdapat hak-hak pihak ketiga yang sah dalam kawasan hutan ini dikeluarkan dari Kawasan hutan sesuai Perundang-undangan,”Urainya dengan nada agak kesal.

Adapun Penetapan tersangka oleh Penyidik terhadap kleinnya awalnya secara kasat mata adalah tidak didasarkan Pada alat bukti yang cukup menurut hukum sebagaimana yang dikehendaki oleh KUHAP. dan dirinya kembali menegaskan kembali oleh Putusan Mahkamah Konstitusi, yang mana perbuatan tersebut dapat dikategorikan merupakan bentuk Kesewenang-wenangan dan Kriminalisasi serta Pengingkaran Terhadap hak asasi manusia sebagaimana yang sebaliknya dijunjung Setinggi-Tingginya oleh KUHAP.
“aturan yang ada sudah jelas berdasarkan surat keputusan menteri Kehutanan Nomor: SK.6570/Menhut-VII/KUH/ 2014,tanggal 28 Oktober 2014, yakni Memutuskan, menetapkan,yang menyatakan dalam hal masih terdapat hak-hak Pihak ketiga yang sah dalam kawasan hutan Ini dikeluarkan dari Kawasan hutan sesuai Perundang-undangan,
hal mana kemudian juga ditegaskan oleh Perpres no.88 Tahun 2017 tentang Penyelesaian tanah dalam Kawasan hutan yang menyatakan bahwa dalam rangka menyelesaikan dan memberikan Perlindungan hukum atas hak-hak masyarakat dalam kawasan hutan yang menguasai tanah di kawasan hutan, Perlu dilakukan kebijakan Penyelesaian Penguasaan tanah dalam kawasan hutan,”bebernya Pula.

Apabila benar bidang tanah milik kliennya tersebut masuk di dalam Kawasan Hutan, hal tersebut merupakan sengketa kepemilikan dan ataupun sengketa administrasi negara, sebagaimana yang dimaksud dalam ketentuan Pasal 74 ayat (1) Jo. Pasal 75 ayat (2) UU Kehutanan, yang menyatakan”Penyelesaian sengketa kehutanan dapat ditempuh melalui pengadilan atau di luar pengadilan berdasarkan pilihan secara sukarela para pihak yang bersengketa dan Penyelesaian sengketa kehutanan di luar pengadilan dimaksudkan untuk mencapai kesepakatan mengenai pengembalian suatu hak, besarnya ganti rugi, dan atau mengenai bentuk tindakan tertentu yang harus dilakukan untuk memulihkan fungsi hutan dan oleh karenanya Perundang-undangan sendiri juga telah mengatur tata cara Penyelesaian sengketa diluar mekanisme Pengadilan yakni melalui Tata Cara Penataan batas-batas, dikarenakan bidang tanah tersebut telah situasai dan dimiliki kleinnya jauh hari sebelum adanya kedua surat keputusan menteri kehutanan tersebut, maka demi keadilan dan kepastian hukum bidang tanah milik kleinnya tersebut harus “dikeluarkan dari hutan” sebagaimana yang telah diatur secara Imperatif oleh konsideran yaitu menetapkan ketiga surat Keputusan Menteri kehutanan nomor: SK.6570/Menhut-VII/KUH/ 2014 dan Pasal 7 Perpres No.88 Tahun 2017 tentang Penyelesaian tanah dalam kawasan hutan serta Pasal 58 ayat (5) huruf a Peraturan menteri lingkungan hidup dan Kehutanan nomor 7 Tahun 2021 yang menyatakan sebagai berikut: Dalam hal masih terdapat hak-hak Pihak ketiga yang sah dalam kawasan hutan Ini dikeluarkan dari Kawasan hutan sesuai Perundang-undangan yang berlaku.“Pola Penyelesaian untuk bidang tanah yang telah dikuasai dan dimanfaatkan dan/atau telah diberikan hak di atasnya sebelum bidang tanah tersebut ditunjuk sebagai kawasan hutan dilakukan dengan mengeluarkan bidang tanah dari kawasan hutan melalui perubahan batas kawasan hutan dan disertakan Pembuktian secara tidak tertulis sebagaimana dimaksud pada ayat (4) yang meliputi: permukiman, fasilitas umum, fasilitas sosial yang berdasarkan sejarahnya sudah ada sebelum Penunjukan kawasan hutan
sekalipun demikian sikap dan Pendirian Presiden dan menteri kehutanan yang telah dinyatakan dan berkekuatan hukum mengikat”,Tegasnya dengan nada mantap. (rilis)