Sintang-Wartajurnalis.com – Ida Suhaemi Prihatini, S.Pd Binti Achmad Usni & Ibu Maryati Dengan Robby Hernando Bin Hermansyah & Ibu Sulisma melangsungkan resepsi pernikahan mereka di Gedung Futsal jalan Masuka Sintang tanggal 21 Maret 2021 melangsungkan pernikahan diisi dengan tradisi adat Minang.
Ida Suhaemi mempelai perempuan yang berdarah minang dan Robby Hernando sang mempelai laki-laki berdarah melayu Mempawah. Pengantin peria terlihat gagah dengan pakaian tradisional adat Melayu, begitupun Ida yang terlihat anggun dengan mahkota suntiang yang digunakannya.
Resepsi pernikahan Ida dan Robby mengusung konsep adat Minang dan Melayu modern tanpa melupakan ciri khas tradisional daerah masing-masing. Ida Suhaemi mempelai perempuan merupakan keponakan salah seorang jurnalis senior melawi Sopian Koto yang juga sebagai pengundang pada akad nikah dan resepsi.
Pada saat penyambutan Pengantin Pria dirumah Pengantin wanita sesaat akan melaksanakan akad nikah pada pagi harinya, rombongan pengantin pria disambut dengan persembahan tari penyambutan adat minang dan pada malam resepsi disuguhkan dengan Tari Piring sanggar Puti Ranah Koto Batu dari Perkumpulan Keluarga Sumatra Barat Sintang Raya (PKSB SR).
Pelatih Tari Piring sanggar Puti Ranah Koto Batu, Isral Saputra, S.S memaparkan bagaimana synopsis Tari Piring dari sanggar yang dibinanya.
Tari Piring adalah tarian tradisional yang berasal dari Minangkabau, merupakan ritual dari rasa syukur kepada Sang Pencipta, atas hasil panen yang melimpah ruah. Pada saat melaukan ritual ini masyarakat membawa sesaji dalam bentuk makanan yang diletakan diatas piring, Piring-piring yang berisi makanan dibawa dengan Gerakan-gerakan berirama dan diiringi dengan musik. Keunikan dari Tari Piring karena menggunakan piring sebagai alat utamanya dan akan terdengar suara dentingan dari cincin dan gerakan tari piring ini diambil dari langkah silat Minangkabau, jelasnya.
Masih menurut Isral, para penari menggengam pring ditelapak tangan lalu piring diayun-ayunkan dengan cepat. Di akhir pertunjukan piring dilontarkan ke udara dan dipecahkan, lalu pecahan piring-piring tersebut diinjak-injak oleh para penari. ( Sopian Koto ).